Massa aksi yang tergabung dalam Koalisi Mayarakat Sipil Lampung menggelar unjuk rasa penolakan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Senin, 05 Desember 2022. Aksi tersebut berlangsung pada pukul 10.00-11.10 WIB di Bundaran Tugu Adipura, Kota Bandarlampung. Adapun massa aksi ini terdiri dari jurnalis, mahasiswa, dan masyarakat sipil yang menilai bahwa pasal–pasal yang akan disahkan pada RKUHP dapat mengancam kebebasan demokrasi, kebebasan pers dan kebebasan sipil.
Koordinator aksi Derri Nugraha mengatakan, setidaknya ada 17 pasal yang perlu dikaji ulang sebelum pemerintah dan DPR-RI mengesahkan Undang-Undang (UU) tersebut. Beberapa di antaranya, Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 tentang penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden; Pasal 240 dan Pasal 241 tentang penghinaan terhadap Pemerintah; Pasal 263 tentang penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong; Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap; Pasal 440 tentang penghinaan ringan; dan Pasal 437 mengatur tindak pidana pencemaran; serta Pasal 594 dan Pasal 595 tentang tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Adapun poin tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil Lampung sebagai berikut:
1. Menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
2. Mendesak pemerintah dan DPR-RI menghapus pasal-pasal bermasalah yang mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat, serta kebebasan pers.
3. Pemerintah dan DPR-RI harus membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya dalam penyusunan suatu peraturan perundang-undangan.
4. Mendesak pemerintah mencabut Undang-Undang yang tidak pro rakyat seperti UU Cipta Kerja (2020), UU Minerba (2020), dan UU KPK (2019).
5. Transparansi dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Derri menambahkan, bahwa massa aksi menolak adanya RKUPH ini. “Yang jelas dari kita menolak pengesahan RKUHP, mendorong adanya partisipasi publik di dalam penyusunan UU, serta mencabut pasal–pasal yang tidak pro rakyat,” tambah Derri.
Sumahendra Jarwadi dari LBH Bandar Lampung beranggapan bahwa pengesahan RKUHP ini harus ditolak karena masih banyak pasal-pasal bermasalah yang dimuat dalam UU tersebut. “Iya, Jadi ini harus ditolak, kenapa, karena banyak pasal-pasal bermasalah yang dimuat dalam RKUHP yang dapat mengancam kebebasan berekspresi dan berserikat, ada juga beberapa masalah yang serius harus ditanggapi oleh kita semua,” tanggap Sumahendra.
Tak hanya itu, ia juga berharap untuk aksi ini agar dilakukan di semua wilayah Indonesia maka hendaklah badan legislatif perlu mendengarkan masukan–masukan dari publik agar tidak terburu-buru disahkan. “Harapan saya, aksi ini kan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, maka hendaklah untuk pemerintah, DPR-RI, Badan Legislatif untuk mendengarkan masukan–masukan dari publik, jadi tidak terburu–buru disahkan, sehingga pasal-pasal bermasalah tersebut dapat dilakukan pembahasan kembali,” harap Sumahendra. (*)
Penulis : Triyono, Hanysa Firdiandita
Penyunting : Shindy