Pemilihan Umum Raya (Pemira) 2023 Politeknik Negeri Lampung (Polinela) kembali diselenggarakan, Tim Panitia Khusus (Pansus) 2023 berjumlah 17 orang yang merupakan perwakilan dari 5 fraksi dengan 5 Panitia Pengawas (Panwas). Pemira 2023 ini memiliki isu-isu terkait Pansus yang terdengar dan dibincangkan di ranah mahasiswa. Pemasangan kertas tulisan intimidasi pihak Pansus serta munculnya akun instagram @menolakpemira2023 yang berisi kritikan pedas terhadap pihak Pansus mewarnai Pemira 2023 Polinela tahun ini.
Perihal ini ketua Pansus tidak ingin menaggapi karena takut menibulkan konflik, sehingga kami hanya mendapatkan tanggapan dari pihak angota Pansus Fajar Alfarizi, Pansus Koordinasi Acara Fraksi Jurusan Ekonomi dan Bisnis (Ekbis) menanggapi adanya dugaan intimidasi terhadap pihak Pansus. “Didalam demokrasi kesalahan dan ketidaksepakatan pasti akan selalu ada, kami menghargai orang-orang yang tidak sepakat dengan cara berpikir kami. Kami independen dan juga memiliki undang-undang sebagai landasan untuk membuat regulasi dan membuat kebijakan,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa intimidasi secara verbal ataupun melalui sosial media kerap diterima oleh pihak pansus. “Banyak yang mengintimidasi secara verbal maupun di sosial media melalui pesan Direct Message (DM) intimidasi atau teror pada kamu. Kami hanya berlandaskan undang-undang pemira jikalau tidak sependapat kami wajarkan karena kita berdiri di negeri demokrasi dan kami juga tidak melarang mereka untuk berpendapat benar tidaknya mereka sendiri yang akan bertanggung jawab,” tambahnya.
Muhammad Faatihah, Gubernur Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ekbis menanggapi perihal selembaran serta akun instagram yang mengintimidasi pihak Pansus. “Sebenernya kejadian seperti ini itu normal karena setiap tahun itu pasti ada namanya kita bermain di ranah politik, saya sebenernya yakin Pansus itu netral tapi kita enggak tau orang yang di belakangnya, makanya itu saya tidak suka orang yang tidak berkepentingan sukanya mendesak supaya berkas di acc contohnya,” ungkapnya.
Selembaran tulisan yang ditempel berisi dugaan tunggangan Pansus oleh pihak-pihak tidak berkepentingan ini di tempel di area kesekretariatan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) khususnya dengan beberapa kalimat bertinta merah selembaran ini berisi kalimat pertama yaitu menyerukan “Lawan pemira busuk yang di atur abang-abang!” yang dilanjut dengan kalimat-kalimat ajakan bersatu untuk membuang mereka yang merusak demokrasi. Tak hanya itu, kecaman juga dituai Pansus di media sosial Instagram yang berisi. “Panitia enggak becus, apakah ini yang dinamakan Pemira aman damai dan berdemokrasi, kami Mahasiswa Polinela menolak keras Pemira 2023 untuk di lanjutkan,” ujarnya.
Zarir, mahasiswa menggapi tentang intimidasi terhadap Pansus. “Ini bentuk intimidasi dari oknum yang pastinya punya kepentingan tersendiri dan punya tujuan tertentu, ” katannya.
Gubernur HMJ Ekbis, itu sedikit menyayangkan munculnya ajakan serta intimidasi yang muncul di sebar tidak pada tempatnya. ”Terkait pemasangan poster saya agak aneh karena kenapa mereka memasang poster di sekret eksekutif yang mengesahkan juga hanya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kenapa harus melibatkan HMJ, bahkan kami masuk di ruang sidang pun tidak di perbolehkan. Jadi seharusnya kalau ada seperti itu pihak Legislatif yang di serang karena tidak ada hubungannya ke Eksekutif karena Eksekutif hanya menjalankan, yang menetapkan peraturan itu Legislatif,” ujarnya.
Pansus berharap mahasiswa bisa mengkritisi isi kepala dari semua calon kandidat karena ini pesta Mahasiswa Polinela. “Kami berharap untuk semua masyarakat Mahasiswa Polinela agar bisa mengkritisi seluruh isi kepala dari semua calon karena demokrasi bukan untuk orang-orang yang ingin berkompetisi saja tapi demokrasi adalah pestanya masyarakat atau Mahasiswa Polinela karena untuk 1 periode kedepan kehidupan kita di Polinela tergantung ke siapa suara kita titipkan,” ujar Fajar Alfarizi.
Zarir pun menambahkan bahwa penting untuk menjaga keseimbangan antara partisipasi yang inklusif dan efisiensi dalam pengambilan keputusan. “Penting untuk menjaga keseimbangan antara partisipasi yang inklusif dan efisiensi dalam pengambilan keputusan, serta memastikan bahwa mekanisme demokrasi tidak rentan terhadap manipulasi atau dominasi kelompok tertentu. Transparansi dan akuntabilitas juga harus menjadi poin utama dalam mengukur kualitas demokrasi di lingkungan kampus,” tutupnya.(*)
Penulis: Wahyu Sani, Ana Zahra
Penyunting: Juwita