Aliansi Lampung Memanggil menggelar aksi di Tugu Adipura Bandar Lampung, Sabtu, 21 Mei 2022. Aksi tersebut diawali dengan berkumpulnya para massa di Universitas Bandar Lampung (UBL) lalu melakukan konvoi menuju titik aksi. Sebelum sampai di lokasi, para massa sudah terlebih dahulu melakukan long march yang dimulai dari jalan Raden Intan hingga ke titik aksi pada pukul 15.20 WIB, sampai dengan bubarnya para massa tersebut pada pukul 17.10 WIB.
Aksi tersebut dilakukan untuk memperingati hari-hari besar yang ada pada bulan Mei sesuai dengan grand isu dalam aksi tersebut, yaitu “Mei Berlawan” terutama adanya Momentum 24 Tahun Reformasi. Aksi tersebut diikuti oleh para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Lampung Memanggil dan elemen masyarakat, serta beberapa komunitas, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bandar Lampung, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), dan Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia. Serangkaian acara yang terdapat dalam aksi tersebut adalah dengan diadakannya orasi dari beberapa perwakilan setiap elemen secara bergantian, mulai dari mahasiswa, buruh, dan beberapa komunitas yang hadir dalam aksi hari ini dapat menyampaikan aspirasinya masing-masing.
Adil Dharma Wibowo selaku Koordinator Lapangan (Korlap) dalam aksi tersebut mengatakan, bahwa saat berlangsungnya aksi tersebut ia dan para massa lainnya merasa kecewa akibat sound atau suara peringatan dari walikota yang berada di lokasi itu masih tetap dibunyikan, sehingga mengganggu suara para aksi yang sedang menyampaikan aspirasinya. “Disini kami merasa terganggu dengan adanya bising suara sound dari walikota tersebut, karena kami hanya ingin menyampaikan aspirasi-aspirasi kami baik dari para mahasiswa ataupun buruh, namun terganggu dengan suara bising yang mengganggu tersebut,” pungkasnya.
Amam Wahyudi, selaku ketua umum Serikat Pekerja Pelabuhan Panjang berpendapat, bahwa momentum saat ini sangat diantusiasi dan dinantikan. “Aksi saat ini sangat luar biasa, antusias kami menunggu dari jauh–jauh hari sangat kami nantikan, karena apa yang kami rasakan selama kami berserikat itu kami rasa hak–hak normatif kami masih harus diperjuangkan lagi dan masih banyak yang belum terpenuhi. Demikian juga yang kami alami 2 tahun terakhir, kami menatap ini dalam perkara hukum, terkait pemecatan sebelah pihak dan kami mengikuti yang dianjurkan oleh pemerintah, yaitu jalur mitigasi. Tetapi setelah kami ikuti hasil yang mereka arahkan, yaitu pengadilan hokum. Mereka tidak mau mengeksekusi. Jadi benar–benar hak–hak kami terampas,” tuturnya.
Selain itu ada banyak hal–hal positif yang dapat diambil dari adanya momentum saat ini. “Banyak banget, sudah pasti kami dapat menyalurkan aspirasi kami. Terutama, kami terima kasih sekali terutama pada rekan-rekan mahasiswa sebagai anak bangsa, dimana dengan dukungan mereka ini besar harapan kami bisa menyita perhatian publik, terutama pihak institusi dan instansi yang punya komitmen dan kewenangan menjalankan keadilan untuk rakyat kecil dan kaum perburuhan untuk bisa memberi dorongan lebih banyak dan besar lagi kepada pemerintah untuk segera mereformasi undang–undang yang memihak ke kita agar lebih baik lagi,” lanjut Amam Wahyudi. (*)
Penulis: Triyono, Almas Khairana
Penyunting: Novri