May Day 2025,  Aliansi Rakyat Melawan Gelar Aksi

Peringati Hari Buruh Internasional, Aliansi Rakyat Melawan Gelar Aksi Massa di Tugu Adipura, Kamis, 1 Mei 2025 | Perssukma.id/Andri Sofyan

Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional, Kamis, 1 Mei 2025, Aliansi Rakyat Melawan menggelar aksi massa di Tugu Adipura, Bandar Lampung. Aksi ini diikuti oleh buruh, mahasiswa, petani, serta sejumlah organisasi seperti Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia (FPSBI), Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman (FSBMM), Serikat Perempuan Indonesia, Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI).

Mereka bersama-sama menuntut keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak buruh yang selama ini dinilai belum terpenuhi. Berbagai tuntutan disampaikan terkait kondisi buruh dan kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kaum pekerja. Beberapa tuntutan tersebut antara lain:

Bacaan Lainnya

Sikap Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) Pada May Day, 1 Mei 2025

1. Wujudkan upah layak Nasional

2. Hapuskan sistem kerja kontrak dan outshourcing

3. Cabut UU TNI dam Tolak RUU POLRI

4. Tolak PHK sepihak

5. Tolak Omnibuslaw

6. Wujudkan perlindungan sosial transformatif

7. Wujudkan reforma agraria sejati

Organisasi yang tergabung dalam PPRL pada May Day 2025: Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia–Konfederasi Serikat Nasional (FPSBI–KSN), Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman (FSBMM), Konfederasi KASBI, Serikat Pekerja Media (SPM) Lampung, Forum Komunikasi Petani Bersatu (FKPB), Serikat Petani Agroekologi Indonesia (SPAI), Serikat Petani Indonesia (SPI) Lampung, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Kantor Bantuan Hukum (KBH) Lampung, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bina Karya Utama, Solidaritas Perempuan (SP) Sebay Lampung, Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), Solidaritas Pemuda Rakyat (Soliper) Tanggamus, dan Serikat Pekerja Kampus (SPK) Lampung.

Tri Susilo, perwakilan FPSBI, mengkritisi ketimpangan upah dan menyerukan pentingnya standar upah layak nasional. Ia menyampaikan, “Upah layak nasional itu penting bagi kami para pekerja, karena standar hidup di kota besar dan kabupaten berbeda-beda. Maka harus ada penyesuaian. Jika upah layak diberlakukan secara nasional, maka besarannya akan sama, dan kebutuhan hidup di setiap daerah dapat terpenuhi. Dalam perjuangan ini, buruh telah berhasil mendorong sistem kerja 8 jam dan hak atas lembur,” ungkapnya.

Basirudin, Koordinator Lapangan (Korlap) FPSBI, menegaskan bahwa keadilan dalam sistem kerja masih belum berpihak pada buruh. “Hari Buruh yang selama ini kita peringati belum mampu mengakomodasi kesejahteraan buruh. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama bahwa May Day akan terus menjadi momentum konsisten untuk melawan ketidakadilan dalam sistem ketenagakerjaan,” ujarnya.

Basirudin menegaskan bahwa menyuarakan tuntutan buruh lewat aksi turun ke jalan tetap menjadi langkah krusial untuk memperjuangkan keadilan. Ia menjelaskan bahwa Aliansi yang tergabung dalam PPRL tidak hanya diisi oleh pekerja pabrik, melainkan juga petani, organisasi perempuan, mahasiswa, kaum miskin kota, dan berbagai elemen masyarakat lainnya. Baginya, persoalan kerja kontrak bukan sekadar masalah segelintir pekerja, melainkan tantangan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Alwi, Ketua Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman (FSBMM), menyatakan bahwa aksi kali ini merupakan momen refleksi atas keresahan buruh terhadap masa depan anak-anak mereka. “Aksi ini adalah refleksi bersama antara buruh, mahasiswa, petani, dan kelompok masyarakat lainnya. Ini menunjukkan kecemasan buruh atas masa depan anak-anak mereka,” ungkapnya.

Alwi, menyoroti kemunduran regulasi ketenagakerjaan selama sepuluh tahun terakhir, khususnya sejak diberlakukannya Omnibus Law. Ia berpendapat bahwa kebijakan tersebut lebih memprioritaskan penarikan investasi ketimbang perlindungan hak buruh, padahal tantangan utama investor justru terletak pada korupsi, infrastruktur, dan birokrasi. “Sepuluh tahun terakhir, regulasi ketenagakerjaan memburuk. Pemerintahan Presiden ke-7, Joko Widodo, melakukan kekeliruan dengan menerapkan Omnibus Law untuk menarik investasi. Padahal, kami telah menyuarakan bahwa rendahnya upah buruh dan lemahnya undang-undang ketenagakerjaan bukan penyebab utama sulitnya investasi masuk ke Indonesia. Forum Ekonomi Dunia justru menyebut penghambat utama investasi adalah korupsi, infrastruktur, dan birokrasi. Faktanya, PHK massal tetap terjadi. Hingga hari ini, sekitar 18 ribu buruh telah terkena PHK,” jelasnya.

Angga, anggota (LMID), menegaskan bahwa Hari Buruh merupakan momentum perlawanan yang harus dimaknai secara mendalam. Ia menekankan pentingnya solidaritas antar kelompok masyarakat dalam memperjuangkan keadilan bagi kaum buruh. “Hari Buruh adalah momentum perlawanan, bukan sekadar perayaan. Mahasiswa dan petani harus solid, karena buruh adalah pelopor kemajuan bangsa,” tegasnya.

Tri Susilo, berharap agar pemerintah bisa membuat regulasi untuk melindungi kelas buruh. “Harapannya, sebaiknya pemerintah juga menyiapkan peraturan yang melindungi buruh. Seperti upah, agar layak untuk memenuhi kebutuhan para pekerja,” tutupnya.(*)

Penulis : Shafiyah Azzahra Izzatina, Rino Eqi Pratama

Penyunting : Rizky

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

97 − = 95