Lahan perkebunan kelapa sawit yang terletak dekat gerbang belakang Politeknik Negeri Lampung (Polinela) merupakan lahan milik Jurusan Budidaya Tanaman, Program Studi (Prodi) Produksi Tanaman Perkebunan, saat ini dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Sampah-sampah yang berasal dari Polinela ini dikumpulkan dan ditumpuk menjadi satu lalu dibakar di kawasan lahan sawit ini sesungguhnya dapat menimbulkan akibat buruk tersendiri tanpa disadari. Pembakaran dan penimbunan sampah organik dan anorganik ini dapat menyebabkan pencemaran udara, tanah, dan air, serta menganggu kesehatan khususnya orang yang berada di dalam atau area sekitar kampus. Menurut Agus, salah satu petugas kebersihan yang ada di Polinela, lahan perkebunan kelapa sawit telah dijadikan sebagai TPA, dimana seluruh sampah yang ada di Polinela, mulai dari sampah daun, plastik, kayu hingga ranting sisa penebangan pohon dibuang kesana. “Pembuangan sampah dilahan ini telah terjadi sejak adanya proyek pembangunan GKB, yakni pada bulan Agustus 2022 lalu. Mulanya para petugas mengusulkan pembuangan sampah dialihkan di dekat Laboratorium Prodi Teknologi Rekayasa Konstruksi Jalan dan Jembatan (TRKJJ). Namun hal itu tidak diperbolehkan karena merupakan tempat kuliah yang dikhawatirkan akan mengganggu jalannya proses perkuliahan. Lalu Kepala Unit Pelaksana Teknis (KUPT) dan Kepala Jurusan (Kajur) Perkebunan memilih lahan perkebunan kelapa sawit ini untuk dijadikan sebagai TPA sampah di Polinela,” tegas petugas kebersihan. Selama ini sampah hanya habis dibakar atau dipilah di lahan sawit. Kegiatan pembakaran sampah ini dilakukan secara sukarela oleh petugas kebersihan tanpa adanya upah, untuk menghindari penumpukan sampah secara berlebihan. Petugas tidak mempermasalahkan hal ini, karena para petugas enggan untuk melakukan protes ke atasan, karena mereka tidak memiliki kapasitas untuk hal tersebut. Para petugas hanya menjalankan perintah dengan membuang sampah ditempat tersebut. Petugas mengeluhkan akan fasilitas jalan menuju pembuangan sampah, dimana akses menuju tempat pembuangan sampah licin. ”Jalan menuju tempat pembuangan sampah ketika terguyur hujan menjadi licin, sebenarnya hal ini sudah pernah disampaikan kepada atasan, namun belum juga mendapatkan respon yang baik sampai saat ini,” tuturnya Muhammad Ale, Mahasiswa TRKJJ berharap, agar di Polinela dapat dibuat lahan untuk pembuangan sampah. “Banyak sampah organik dan non organik berserakan dan menumpuk di sawitan. Sebaiknya pihak kampus dapat membuat tempat penangkaran sampah untuk meminimalisir tertumpuknya sampah,” ujarnya. Mengikuti perihal tumpukan sampah di kebun sawit area belakang kampus, yang dimana dalam sehari dapat mencapai 10 kuintal sampah yang dihasilkan, Suci Mei Lestari, Ketua Umum (Ketum) Politeknik Pecinta Alam (Poltapala) menimpali harapannya agar hadir mahasiswa-mahasiswa kreatif yang dapat mendaur ulang semua sampah tersebut. “Sampah di area itu bisa mencapai 10 kuintal sehari, semoga saja ada mahasiswa-mahasiswa kreatif yang bisa mengolah sampah-sampah itu menjadi hal yang lebih berguna seperti yang dilakukan Poltapala, yaitu Ecobrick,” tambahnya. (*)
Penulis: Taufik Ismail, Arianti Cipta Setiani
Penyunting: Juwita