Aksi Kamisan Lampung Tuntut Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa Lalu

Suasana aksi di Tugu Adipura, Kamis, 28 Agustus 2021. | doc.Perssukma.id

Forum Aksi Kamisan kembali mengadakan Aksi Kamisan Lampung di depan Tugu Adipura, Bandar Lampung, Kamis (28/10/2021). Aksi Kamisan ini merupakan aksi perdana yang dilaksanakan di tahun 2021, setelah vakum dari tahun 2020 karena pandemi Covid-19. Aksi Kamisan ini merupakan upaya untuk bertahan dalam memperjuangkan, mengungkap kebenaran, mencari keadilan, dan melawan lupa, serta mengingatkan kepada negara bahwa hingga hari ini masih banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang belum terselesaikan dan menagih janji negara untuk segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM.

“Aksi Kamisan yang menuntut keadilan bagi kawan-kawan yang dibunuh, diculik oleh negara, aktivis-aktivis, pelanggaran berat masa lalu yang telah disingkirkan oleh negara, seperti Wiji Thukul, Marsinah dan Munir. Jadi, kita disini ingin menyuarakan mereka, karena mereka juga butuh para pelakunya diadili sepantasnya. Namun sampai hari ini pengadilan itu belum ada, namun undang-undangnya ada tahun 2000, tetapi sampai hari ini belum ditegaskan,” ujar Ardi Sabriadi selaku Koordinator Aksi Kamisan Lampung.

Bacaan Lainnya

Salah satu mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Arif Dermawan yang tergabung dalam Aksi Kamisan Lampung mengatakan bahwa, Aksi Kamisan kali ini tidak hanya sekedar Aksi Kamisan, melainkan untuk mengenang momentum Sumpah Pemuda.“Ditengah momentum hari ini itu tidak hanya sekedar Aksi Kamisan, tidak hanya sekedar aksi akan tetapi membahas yang pertama, ditengah momentum hari Sumpah Pemuda, kedua merefleksikan 2 tahun kepemerintahan Joko Widodo maupun 7 tahun kepemerintahan Joko Widodo,” ujarnya.

Adapun tuntutan yang disampaikan dalam Aksi Kamisan ini ialah ditengah pemerintahan Kabinet Indonesia Maju. “Nah, tuntutan dari kawan-kawan semua yang telah didiskusikan dan dikonsolidasikan pertama, ditengah pemerintahan Kabinet Indonesia Maju, bahwasanya alih-alih bagaimana pemerintahan dapat menyelesaikan krisis di tengah pandemi, alih-alih bagaimana pemerintahan Kabinet Indonesia Maju menemukan solusi, akan tetapi secara prakteknya dilapangan keberpihakan-keberpihakan Kabinet Indonesia Maju itu bukanlah keberpihakan terhadap masyarakat secara luas. Mulai dari undang-undang Omnibus Law, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan lain sebagainya,” ujar Ardi Dermawan.

Aksi Kamisan Lampung yang diselenggarakan Forum Aksi Kamisan dilaksanakan setiap hari Kamis pukul 16.00 – 17.00 WIB di depan Tugu Adipura, Bandar Lampung dengan dress code hitam-hitam. Alasan penggunaan dress code hitam-hitam karena mengingat mayat-mayat yang telah meninggal dan hilang. “Ya, karena kita melayat. Kita melayat, kita mengingatkan dibawah payung hitam, namun karena sekarang payung hitamnya sedang rusak, karena sudah lama tidak dipakai. Di bawah payung hitam, pakai baju hitam, semuanya atribut hitam untuk memperingati mayat-mayat yang telah meninggal dan hilang,” ungkap Ardi.

Meskipun para aksi diguyur hujan, para aksi tetap bersemangat untuk turun ke jalan menyuarakan kebenaran dan menuntut kepada negara untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu. Aksi Kamisan Lampung yang tergabung dari Aliansi-Aliansi Kaum Mahasiswa, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, Aktivis Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), BEM Politeknik Negeri Lampung (Polinela), UIN Raden Intan Lampung, Seni, dan Serikat Mahasiwa Indonesia, terdapat sebanyak 50 orang. Pada saat Aksi Kamisan berlangsung, para aksi tetap menjalankan protokol kesehatan (prokes), seperti tetap memakai masker, menjaga jarak, dan menggunakan hand sanitizer.

Menurut Koordinator Aksi Kamisan Lampung tersebut terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan aksi, seperti intimidasi, tidak boleh melaksanakan aksi. “Hambatannya, satu intimidasi, ngga boleh aksi, masukin surat kepolisi tidak diterima. Kaya kemaren surat pemberitahuan tidak diterima, ditolak. Akan tetapi sejatinya, menyuarakan pendapat dimuka umum itu diatur di dalam konstitusi. Walaupun kami tidak diterima, tetapi kami lihat situasi pandemi yang sudah semakin menipis, ya Alhamdulilah tetap jalan, karena itu amanat kontitusi dan HAM itu tidak ada tawar menawar,” tuturnya.

Sebelum Aksi Kamisan Lampung ini berlangsung, Forum Aksi Kamisan telah terlebih dahulu membuat kesepakatan, apabila aksi dibubarkan oleh Polisi atau Satuan Tugas (Satgas) Covid, dan aparat keamanan lainnya, aksi akan bubar. “Ya, kalau dibubarin sih secara prinsip kami di Forum Aksi Kamisan kemarin itu, kalau dibubarin ya dibubarin aja, ngga apa-apa. Kepolisian dan Satgas Covid  membubarkan juga pasti karena takutnya ada klaster Covid tuh, tapi kami di Aksi Kamisan ini itu tetap taat prokes,” ujar Ardi.

Korlap Aksi Kamisan berharap agar pemerintah segera mengadili para pelaku, jangan hanya janji politik. “Ya, harapannya pelaku-pelaku cepat diadili pemerintah, jangan hanya janji politik. Dari tahun 2000 sampai 2021, sudah 21 tahun belum ada pengendalian HAM, cuma hanya ada undang-undangnya saja,” ujarnya.

Selaras, Arif Dermawan berharap agar pemerintah dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu sampai dengan sekarang. “Harapannya poin yang pertama pemerintah dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu sampai dengan sekarang, kemudian dapat mencakup undang-undang Omnibus Law, mencabut undang-undang KPK, beserta lebih memperhatikan subsidi pendidikan di Indonesia,” ujarnya. Salah satu masa Aksi Kamisan ini juga berharap, supaya Aksi Kamisan ini tetap terus berjalan dan semoga aksi masa semakin ramai. “Harapanku kedepannya, supaya Aksi Kamisan ini tetap terus berjalan dan semoga aksi masa semakin ramai, dan ini sebagai bentuk upaya gerakan kita untuk mempersatukan gerakan mahasiswa lagi. Karena hari ini, mahasiswa itu sudah terpecah-pecah tuh gerakannya, nah dari Aksi Kamisan ini kita bisa lihat sebenarnya apapun background latar belakang organisasimu, kampusmu kita tetap menghadapi permasalahan yang sama, yaitu sistem kapitalisme yang sampai saat ini selalu menindas,” tutup Aldo Wahyu Pratama dari Serikat Mahasiswa Indonesia.(*)

Penulis: Novrianni Sinurat, Wayan Adi Rama
penyunting: Diah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

÷ 3 = 3