Gerakan 30 September yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau dikenal dengan peristiwa G30S/PKI, menjadi salah satu sejarah pahit bagi pemerintah dan masyarakat seluruh Indonesia pada masa itu. Peristiwa ini terjadi tepat pada tanggal 30 September 1965, 58 tahun silam. Mengubah arah politik dan sosial negara secara mendalam. Untuk memahami sepenuhnya konteks, penyebab, perkembangan, dan akibat dari G30S/PKI, kita harus menjelajahi latar belakang sejarah dan dinamika politik yang melingkupinya.
Pada saat itu, Indonesia dipimpin oleh Presiden Soekarno, seorang tokoh kunci dalam kemerdekaan negara ini dari penjajahan Belanda. Meskipun Soekarno awalnya merupakan simbol persatuan nasional, ia mengambil sikap oposisional terhadap Barat, terutama Amerika Serikat, yang dianggapnya sebagai penindas dan imperialistik. Kondisi politik di Indonesia pada era 1960-an juga diwarnai oleh ketegangan ideologis dan ketidakstabilan ekonomi.
Di tengah dinamika ini, Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu kekuatan politik yang signifikan. PKI merupakan partai terbesar di Indonesia pada saat itu, dengan jutaan anggota dan simpatisan. Ideologi komunis yang dianut PKI membuatnya dianggap sebagai ancaman oleh elemen-elemen militer dan sipil yang cenderung anti-komunis.
Pada tanggal 30 September 1965, sekelompok perwira militer yang diduga terafiliasi dengan PKI melakukan kudeta militer yang berujung pada pembunuhan enam jenderal tinggi dan beberapa perwira militer non-komunis. Kudeta ini digambarkan sebagai upaya untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno yang semakin otoriter dan menanggapi rencana kudeta yang diduga sedang dirancang oleh jenderal-jenderal tersebut.
Kudeta ini gagal dan memicu reaksi keras dari militer yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Militer membentuk pemerintahan sementara dan memulai kampanye anti-PKI yang dikenal sebagai Operasi Trisula. Selama kampanye ini, diperkirakan puluhan ribu orang, terutama anggota dan simpatisan PKI, tewas atau ditangkap dan mengalami penyiksaan.
Penangkapan dan pembunuhan massal yang terjadi selama Operasi Trisula telah menjadi sumber kontroversi dan trauma nasional di Indonesia. Beberapa menganggapnya sebagai tindakan yang diperlukan untuk mencegah kudeta komunis dan stabilisasi negara, sementara yang lain menggambarkannya sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang besar.
Kekuasaan beralih dari Soekarno ke Soeharto, yang menjadi Presiden Indonesia pada tahun 1967. Pemerintahan Soeharto ditandai dengan otoritarianisme dan kepemimpinan yang kuat, namun juga diwarnai oleh kebijakan pembangunan ekonomi yang berhasil. Rezim Soeharto berusaha memadamkan sisa-sisa pengaruh PKI, menghilangkan advokat komunisme, dan mempromosikan ideologi Pancasila sebagai landasan ideologis negara.
Hingga hari ini, G30S/PKI tetap menjadi topik sensitif di Indonesia. Beberapa orang melihatnya sebagai tindakan heroik untuk melindungi negara dari ancaman komunis, sementara yang lain mengkritiknya sebagai tindakan kejam yang tidak dapat diampuni. Dalam upaya untuk memahami sejarah dan mempromosikan rekonsiliasi, Indonesia telah mulai membuka ruang untuk diskusi lebih terbuka dan penelitian tentang peristiwa ini. Meskipun demikian, proses tersebut masih dalam tahap yang kompleks dan terus berubah seiring berjalannya waktu dan perubahan sosial. *()
Penulis: Azizul Latif
Penyunting: Nabila