Sabtu, 31 Mei 2025, Ikatan Mahasiswa Papua Lampung (IKMAPAL) menggelar aksi damai di Tugu Adipura, Bandar Lampung. Aksi bertema “Catatan Gelap HAM di Papua” ini merupakan bentuk menyuarakan keadilan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.
Aksi ini diikuti oleh lebih dari 30 mahasiswa yang tergabung dalam lima elemen, yaitu Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung (Unila), Komunitas Mahasiswa Papua se-Sumatera (KOMPASS), dan IKMAPAL.
Dalam aksi tersebut, terdapat 6 poin tuntutan yang disampaikan yaitu:
- Mengusut tuntas dan mengadili pelaku pelanggaran HAM, termasuk anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang terlibat.
- Memberikan keadilan dan pemulihan kepada para korban serta keluarga korban.
- Memberikan akses penuh bagi jurnalis, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemantau HAM nasional maupun internasional ke seluruh wilayah Papua.
- Mewujudkan dialog damai yang sejati antara negara dan rakyat Papua, dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat Papua.
- Menghentikan kriminalisasi terhadap aktivis mahasiswa dan rakyat Papua yang menyuarakan hak-haknya.
- Menghentikan segala bentuk kekerasan dan operasi militer di Papua.
Aksi ini dipicu oleh keprihatinan atas serangkaian kejadian di Kabupaten Intan Jaya, Dogiyai, Maybrat, dan Wilayah lain sepanjang awal tahun 2025,
Andrian Kamo, Koordinator Lapangan (Korlap) menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk respons atas berbagai kekerasan yang terus terjadi di Papua, termasuk penembakan terhadap warga sipil di beberapa wilayah. “Kami ingin menyampaikan kepada publik bahwa Papua tidak baik-baik saja. Hak kami dibatasi, baik hak asasi manusia, hak adat, hak hidup, maupun hak berekspresi. Bahkan jurnalis dan LSM pun dibatasi aksesnya,” ujarnya.
Deserius Margie, Ketua IKMAPAL menyampaikan kritik terhadap pemberitaan media yang dinilai tidak akurat dan tidak mencerminkan kondisi di lapangan. “Media memasukkan beberapa daerah konflik di Papua yang selalu ditutup oleh aparat TNI Polri untuk bagaimana mereka tidak mengungkapkan kasus-kasus yang terjadi di lapangan,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti kesenjangan antara pemberitaan media dan kenyataan di lapangan. “Berita yang diangkat dari beberapa media masa yang ada di Papua adalah selalu tidak benar dan tidak sesuai fakta yang ada di lapangan. Seperti yang kemarin, contoh kasusnya di Kabupaten IntanJaya, di situ polisi menyampaikan bahwa mereka membunuh 18 anggota TPNPB dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Namun yang terjadi di lapangan adalah hanya 3 orang saja yang betul-betul anggota TPNPB, sisanya yaitu warga sipil,” lanjutnya.
Kristianus Bobii, Juru Bicara dalam aksi tersebut, menyampaikan latar belakang mengapa mereka melakukan aksi ini yaitu terdapat beberapa kekerasan tidak terhormat yang terjadi di kabupaten intan jaya beberapa waktu lalu. “Karena yang kita ketahui, pertengahan Mei kemarin kita dikagetkan dengan kejadian yang tidak terhormat di Kabupaten Intan Jaya yaitu ada serangan dari Oknum-Oknum aparat melakukan penggusuran terhadap masyarakat untuk menakut-nakuti warga di sana. Disitu ada beberapa kekerasan yang tidak terhormat dilakukan oknum aparat terhadap masyarakat,” ungkapnya.
Ia juga berharap kepada seluruh mahasiswa di Indonesia agar turut peduli terhadap kondisi bangsa. “Harapan saya kepada mahasiswa kita hari ini, mari kita sama-sama peduli terhadap kejadian di seluruh Indonesia supaya keutuhan negara kita tetap terjaga, dan supaya tugas kita sebagai mahasiswa yaitu sebagai lidah rakyat, tangan rakyat, dan kaki rakyat, itu bisa tercapai,” tutupnya.
Pendekatan militeristik yang terus digunakan oleh pemerintah Indonesia di Papua tidak hanya gagal menyelesaikan konflik, tetapi justru memperdalam luka kolektif rakyat Papua. Di tengah situasi HAM yang semakin memburuk, negara seharusnya hadir sebagai pelindung, bukan pelaku kekerasan. Para peserta aksi menyatakan akan terus mengawal tuntutan yang telah disuarakan dan berencana menggelar aksi lanjutan jika tidak ada respons positif dari pemerintah.(*)
Penulis: Yunika Maritasari, Rino Eqi Pratama
Penyunting: Rizky