Audiensi Lanjutan BEM dan Pimpinan Kampus, Bahas Fasilitas hingga UKT

Suasana foto bersama BEM KBM Polinela dengan jajaran pimpinan kampus|Perssukma.id/Refiah

Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa (BEM KBM) Politeknik Negeri Lampung (Polinela) kembali menggelar audiensi dengan jajaran pimpinan kampus pada Selasa, 19 Agustus 2025 di Ruang Sidang A Polinela. Pertemuan ini dihadiri langsung oleh Direktur Polinela, Sarono, beserta Wakil Direktur (Wadir) I, Wadir III, dan Wadir IV. Forum ini merupakan tindak lanjut dari audiensi sebelumnya, di mana mahasiswa menilai sejumlah tuntutan masih belum terealisasi.

Dalam kesempatan ini, BEM kembali menyoroti empat isu utama:

Bacaan Lainnya
  1. Kondisi fasilitas praktikum,
  2. Keterbukaan informasi pemilihan direktur,
  3. Kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa semester akhir, dan
  4. Keamanan dan kinerja sistem website kampus.

Bagus Eka Saputra, Presiden Mahasiswa (Presma) BEM KBM Polinela menegaskan bahwa fasilitas praktikum, terutama di jurusan pertanian dan peternakan, sudah tidak layak digunakan. Menurutnya, banyak peralatan yang usang dan tertinggal jauh dari teknologi yang digunakan di lapangan. “Alat praktikum yang ada masih jauh dari standar teknologi. Di lapangan saja petani sudah menggunakan mesin modern, sementara mahasiswa masih memakai cara tradisional. Ini jelas tidak relevan jika kita bicara vokasi yang berbasis keterampilan,” ujarnya.

Selain itu, BEM juga menyoroti adanya persoalan dalam pengelolaan laboratorium, mulai dari keterbatasan alat hingga jadwal praktikum yang tidak konsisten. Ada keluhan terkait tenaga laboran atau Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP) yang dinilai kurang profesional dalam mengatur jadwal, sehingga mengganggu proses belajar mahasiswa.

Sarono, Direktur Polinela menanggapi terkait isu fasilitas praktikum yang dianggap tertinggal. Ia menyebutkan bahwa kampus telah menyiapkan dana modernisasi peralatan dengan total anggaran mencapai Rp 2 miliar. “Tahun ini sudah ada tambahan alat praktikum, termasuk di bidang pertanian dan peternakan. Kita usahakan bertahap, sesuai perencanaan anggaran yang ada,” ujarnya.

Isu kedua yang diangkat adalah kurangnya keterbukaan dalam proses pemilihan Direktur Polinela. Bagus mengatakan sosialisasi kepada sivitas akademika khususnya kepada Mahasiswa Polinela belum maksimal, sehingga menimbulkan kesan tertutup. “Kami ingin proses ini benar-benar transparan, agar seluruh sivitas akademika mengetahui tahapan dan mekanismenya. Jangan sampai mahasiswa merasa tidak dilibatkan dalam informasi penting mengenai kepemimpinan kampus,” ujarnya.

Terkait UKT, BEM mengingatkan kembali kajian yang sudah diserahkan ke pihak kampus. Berdasarkan survei, sebagian besar mahasiswa tingkat akhir merasa keberatan membayar UKT penuh, padahal mereka hanya tinggal menyelesaikan skripsi. “Mayoritas mahasiswa akhir berasal dari keluarga menengah ke bawah, dan kondisi ekonomi saat ini juga berat karena banyak orang tua terdampak Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK). Kami menilai penurunan UKT hingga 50 persen adalah langkah realistis,” ungkapnya.

Menanggapi terkait mutu perkuliahan dan kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Dwi Puji Hartono, Wadir I Polinela mengungkapkan bahwa kampus berkomitmen menjaga disiplin akademik sekaligus memberi kemudahan bagi mahasiswa tingkat akhir.

Menurutnya, sistem akademik saat ini sudah didukung dengan monitoring digital secara real time. Hal ini memungkinkan pimpinan mengecek langsung jadwal kuliah yang terlambat maupun dosen yang belum melaksanakan kewajiban mengajar. “Prinsip kami adalah disiplin. Sebelum menjadi masyarakat disiplin, yang utama adalah disiplin waktu. Itu selalu kami tekankan di lingkungan Polinela,” ujarnya.

Dwi menambahkan sesuai peraturan akademik, jika perkuliahan tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal, dosen wajib mengadakan kuliah pengganti maksimal satu minggu setelahnya. “Itu adalah kewajiban. Tidak boleh ada kuliah yang hilang. Dosen harus berkoordinasi dengan mahasiswa dan Program Studi (Prodi), sehingga proses belajar tetap terjaga mutunya,” jelasnya.

Terkait UKT, Dwi menegaskan bahwa kebijakan pembayaran 50 persen bagi mahasiswa tingkat akhir tetap berlaku berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Nomor 691 Tahun 2022. Kebijakan ini lahir dari evaluasi masa pandemi, ketika banyak mahasiswa menunda kelulusan karena beban biaya. “Pembayaran 50 persen ini bukan untuk membebani, tetapi justru untuk mendorong mahasiswa agar segera menyelesaikan studinya tepat waktu,” tegasnya.

Ia menyebut, target kampus adalah 60 persen mahasiswa lulus tepat waktu. Untuk itu, dosen juga memiliki indikator kinerja, yakni minimal 85 persen mahasiswa bimbingannya lulus sesuai jadwal. “Kelulusan tepat waktu sangat penting, tidak hanya untuk mahasiswa, tetapi juga bagi mutu akademik kampus secara keseluruhan,” tambahnya.

Masalah lain yang disampaikan mahasiswa adalah terkait seringnya gangguan pada sistem akademik dan lemahnya keamanan situs kampus.

Menanggapi hal ini, Eko Win Kenali, Wadir IV penanggung jawab sistem Information Technology (IT) kampus, menjelaskan bahwa Polinela sedang menyiapkan kerja sama dengan pihak ketiga untuk memperkuat server, meningkatkan kualitas jaringan internet, serta mengoptimalkan sistem informasi akademik. “Polinela akan menggandeng mitra untuk meningkatkan keamanan siber, agar data mahasiswa lebih terlindungi. Ini bagian dari komitmen kami memperbaiki layanan digital kampus,” tutupnya. (*)

Penulis: Adit Indra Lesmana, Wahyu Sani

Penyunting: Refiah

Pos terkait